Hadirilah Pengajian Tashowwuf tiap Malam Selasa Ba'da Isya di Perum. Citra Griya Blok C. No 42 Samarinda

Syaikh Abdus Somad Al-Falembani

         Syaikh Abdus Somad Al-Falembani dilahirkan pada 1116 H/1704 M, di Palembang. Tentang nama lengkap Syeikh Al-Falembani, Ada tiga versi. Yang pertama, seperti yang diungkapkan dalam Ensiklopedia Islam, beliau bernama Abdus Somad Al-Jawi Al-Falembani. Yang kedua, merujuk pada sumber-sumber Melayu, sebagaimana ditulis oleh Azyumardi Azra dalam bukunya Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (Mizan: 1994), ulama besar ini memiliki nama asli Abdul Samad bin Abdullah Al-Jawi Al-Falembani. Sementara versi terakhir, menurut Azyumardi Azra bahwa apabila merujuk pada sumber-sumber Arab, nama lengkap Syaikh Al-Falembani ialah Sayyid Abdus Al-Somad bin Abdurrahman Al-Jawi.
            Perbedaan pendapat mengenai nama ulama ini dapat dimaklumi karena sejarah beliau sebagai pengembara, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dalam menuntut ilmu. Apabila dilihat latar belakangnya, ketokohan Al-Falembani sebenarnya tidak jauh berbeda dari ulama-ulama Nusantara lainnya, seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin Al-Raniri, Abdul rauf Singkel, Yusuf Al-Maqassari.
            Syaikh Al-Falembani adalah keturunan Arab, yaitu dari sebelah ayahnya . Syaikh Abdul Jalil bin Syaikh Abdul Wahhab bin Syaikh Ahmad Al-Mahdani, ayah Al-Falembani, adalah

Syech Nawawi al-Bantani

Syech Nawawi al Bantani
Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi' sangat kesohor. Disebut al-Bantani karena ia berasal dari Banten, Indonesia. Beliau bukan ulama biasa, tapi memiliki intelektual yang sangat produktif menulis kitab, meliputi fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, dan hadis. Jumlahnya tidak kurang dari 115 kitab.

Kelahiran dan Pendidikan
Kelahiran
1230-1314 H / 1815- 1897 M Lahir dengan nama AbĂ» Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin ‘Umar bin ‘Arabi. Ulama besar ini hidup dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat. Ulama yang lahir di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten (Sekarang di Kampung Pesisir, desa Pedaleman Kecamatan Tanara depan Mesjid Jami’ Syaikh Nawawi Bantani) pada tahun 1230 H atau 1815 M ini bernasab kepada keturunan Maulana Hasanuddin Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Keturunan ke-12 dari Sultan Banten. Nasab beliau melalui jalur ini sampai kepada Baginda Nabi Muhammad saw. Melalui keturunan Maulana Hasanuddin yakni Pangeran Suniararas, yang makamnya hanya berjarak 500 meter dari bekas kediaman beliau di Tanara, nasab Ahlul Bait sampai ke Syaikh Nawawi. Ayah beliau seorang Ulama Banten, ‘Umar bin ‘Arabi, ibunya bernama Zubaedah.
Pendidikan
Semenjak kecil beliau memang terkenal cerdas. Otaknya dengan mudah menyerap pelajaran yang telah diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaanpertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah mengirimkannya keberbagai pesantren di Jawa. Beliau mula-mula

Manaqib Syaichona Kholil Bangkalan

Syaichona Kholil Bangkalan
Di desa Langgundih, Keramat, Bangkalan, adalah seorang Kiai berbangsa Sayyid bernama Asror bin Abdullah bin Ali Al-Akbar bin Sulaiman Basyaiban. Ibu Sayyid Sulaiman adalah Syarifah Khadijah binti Hasanuddin bin Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Beliau dikenal dengan "Kiai Asror Keramat”, dinisbatkan pada kampung beliau. Kemudian oleh sebagian orang dirubah menjadi "Asror Karomah”, mungkin dalam rangka meng-arab-kan kalimat "Keramat”. Beliau menurunkan ulama-ulama besar Madura dan Jawa.

Kiai Asror memiliki putra dan putri. Diantara mereka adalah Kiai Khotim, ayah dari Kiai Nur Hasan pendiri Pesantren Sidogiri Pasuruan. Diantara mereka pula adalah dua orang putri yang sampai kini belum diketahui nama aslinya melalui riwayat yang shahih. Salah seorang dari mereka dinikahkan dengan Kiai Hamim bin Abdul Karim Azmatkhan yang bernasab pada Sunan Kudus (garis laki-laki) dan Sunan Cendana (garis perempuan).

Melalui Kiai Abbas, Kiai Asror memiliki cucu bernama Kiai Kaffal. Dan melalui Kiai Hamim, beliau memiliki cucu bernama Kiai Abdul Lathif. Kiai Abdul Lathif memiliki putri bernama Nyai Maryam dan Nyai Sa’diyah. Kemudian Nyai Maryam dinikahkan dengan

Tambang "Haram"


"Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah : Adakanlah perjalanandimuka bumi dan perlihatkanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)." (QS Ar Rum : 41-42)

SYARAH RIYADHUS SHOLIHIN

Kitab Syarah Riyadhus Sholihin

HUKUM MEROKOK DALAM ISLAM

HUKUM MEROKOK DALAM KAJIAN FIKIH

Kegiatan Majelis Ta'lim Syamsidhdhuha



 
Pengasuh Beserta Pengurus Majelis Ta'lim Syamsidhdhuha
 Berikut berbgai macam kegiatan majelis yang rutin dilaksanakan :

  1. Mempelajari Ilmu Tashowwuf, Fiqh, Tafsir dan Hadits dan mengkajinya menggunakan berbagai macam refrensi kitab kuning diantaranya : Kifayatul Awwam, Riyadhus Shalihin, Tafsir Jalalain, Tafsir Qurtubi, Fathul Mu'in,Fathul Bari, Al Um dll.
  2. Pengajian Kitab Kuning rutin tiap malam Kamis (Mengkaji Ilmu Fiqh dan Tafsir) di Komp. Citra Griya Blok C No. 42 Karang Asam Samarinda
  3. Pengajian Kitab Kuning rutin tiap malam Selasa (Mengkaji Ilmu Tashowwuf, Tauhid dan Hadits)  di Komp. Citra Griya Blok C No. 42 Karang Asam Samarinda
  4. Pengajian Kitab Kuning rutin tiap Sabtu sore di Mesjid Itiqlal Loa Bakung Samarinda
  5. Tadabbur alam 6 Bulan Sekali
  6. Mengadakan Pengajian akbar dalam rangka peringatan hari besar islam
  7. Dzikir Akbar
  8. Umroh dan Haji
  9. Manasik Haji dan Umroh bagi masyarakat umum
  10. Ziaroh Wali Songo
  11. Pembacaan Sholawat Thoriqot
  12. Pembacaan Sholawat Burdah
  13. Pembacaan Ratib Al – Haddad
  14. Pembacaan Aqidatul Awam
  15. Pelatihan Fardhu Kifayah
  16. Pengumpulan dan Pembagian Zakat serta Qurban
  17. Bakti Sosial (santunan anak yatim dan fakir miskin)
  18. Konsultasi Ummat (Solusi masalah agama dan sosial kemasyarakatan) 
  19. Khutbah, Ceramah, Seminar dan Sosialisasi Hukum - Hukum Islam Aktual.

Al Mukarrom K.H. Mohammad Zaini Na'im - Pengasuh Majelis Ta'lim Syamsidhdhuha

Al Mukarrom KH. Mohammad Zaini Na'im




Keutamaan Majelis Ta'lim

Ada hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani, Abu Na’im dan Ibnu Abdilbar sebagai berikut:
”Bersabda Rasulullah SAW, apabila aku didatangi oleh suatu hari, dan aku tidak bertambah ilmuku pada hari itu yang dapat mendekatkan diriku kepada Allah ’azza wa jalla, maka tidak ada keberkahan untukku dalam terbitnya matahari pada hari itu”
Hadis ini menunjukkan kepada kita bahwa Rasulullah SAW mengkaitkan antara keberkahan waktu dengan ilmu. Hari yang berlalu tanpa ada penambahan ilmu pada hari itu dianggap sebagai tidak membawa keberkahan.
Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu adalah dengan menghadiri majelis ta’lim. Demikian tingginya nilai ta’lim sehingga dikatakan oleh Rasulullah SAW nilainya lebih baik dari shalat sunat 100 raka’at:
”Dari Abu Dzar, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: ”Wahai Abu Dzar. Hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari satu ayat dari kitab Allah, lebih baik bagimu daripada kamu shalat 100 rakaat. Dan hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari suatu bab ilmu yang dapat diamalkan ataupun belum dapat diamalkan, adalah lebih baik daripada kamu shalat 1.000 rakaat.” (HR Ibnu Majah dengan sanad hasan).
Tentang keutamaan lainnya dari majelis ta’klim dapat pula kita fahami dari nasehat Luqmanul Hakim kepada puteranya:
”Hai anakku, ketika kamu melihat jamaah tengah berzikir (mengingat Allah atau membicarakan ilmu) maka duduklah bersama mereka. Jika engkau pandai, maka bermanfaatlah ilmumu, dan jika engkau bodoh, maka kau dapat menimba ilmu dari mereka. Sedangkan mereka mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan rahmat Allah, sehingga engkau akan memperoleh bagian pula.
Dan jika kamu melihat kelompok yang tidak berzikir, maka hati hatilah, jangan mendekati mereka. Jika engkau pandai tiada manfaat ilmu yang ada padamu, sedangkan jika engkau bodoh, maka itu akan menambah kesesatanmu. Ada kemungkinan mereka akan menerima marah Allah, sehingga engkau akan ikut tertimpa marah Nya”.

Dari Umar bin Khotob, Rosululloh saw telah bersabda:
“Orang yang berjalan menuju majelis Ta’lim, maka setiap langkahnya bernilai seratus kebaikan dan jika dia duduk dengan ulama tersebut serta mendengarkan apa yang dikatakannya, maka setiap kalimatnya bernilai seratus kebaikan”. [Kitab Riyadhushsholihin, Imam Nawawi]