Ada hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani, Abu Na’im dan Ibnu Abdilbar sebagai berikut:
”Bersabda Rasulullah SAW, apabila aku didatangi oleh suatu hari, dan
aku tidak bertambah ilmuku pada hari itu yang dapat mendekatkan diriku
kepada Allah ’azza wa jalla, maka tidak ada keberkahan untukku dalam
terbitnya matahari pada hari itu”
Hadis ini menunjukkan kepada kita bahwa Rasulullah SAW mengkaitkan
antara keberkahan waktu dengan ilmu. Hari yang berlalu tanpa ada
penambahan ilmu pada hari itu dianggap sebagai tidak membawa keberkahan.
Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu adalah dengan menghadiri
majelis ta’lim. Demikian tingginya nilai ta’lim sehingga dikatakan oleh
Rasulullah SAW nilainya lebih baik dari shalat sunat 100 raka’at:
”Dari Abu Dzar, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: ”Wahai Abu
Dzar. Hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari satu ayat dari
kitab Allah, lebih baik bagimu daripada kamu shalat 100 rakaat. Dan
hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari suatu bab ilmu yang
dapat diamalkan ataupun belum dapat diamalkan, adalah lebih baik
daripada kamu shalat 1.000 rakaat.” (HR Ibnu Majah dengan sanad hasan).
Tentang keutamaan lainnya dari majelis ta’klim dapat pula kita fahami dari nasehat Luqmanul Hakim kepada puteranya:
”Hai anakku, ketika kamu melihat jamaah tengah berzikir (mengingat
Allah atau membicarakan ilmu) maka duduklah bersama mereka. Jika engkau
pandai, maka bermanfaatlah ilmumu, dan jika engkau bodoh, maka kau
dapat menimba ilmu dari mereka. Sedangkan mereka mempunyai kemungkinan
untuk mendapatkan rahmat Allah, sehingga engkau akan memperoleh bagian
pula.
Dan jika kamu melihat kelompok yang tidak berzikir, maka hati
hatilah, jangan mendekati mereka. Jika engkau pandai tiada manfaat ilmu
yang ada padamu, sedangkan jika engkau bodoh, maka itu akan menambah
kesesatanmu. Ada kemungkinan mereka akan menerima marah Allah, sehingga
engkau akan ikut tertimpa marah Nya”.
Dari Umar bin Khotob, Rosululloh saw telah bersabda:
“Orang
yang berjalan menuju majelis Ta’lim, maka setiap langkahnya bernilai
seratus kebaikan dan jika dia duduk dengan ulama tersebut serta
mendengarkan apa yang dikatakannya, maka setiap kalimatnya bernilai
seratus kebaikan”.
[Kitab Riyadhushsholihin, Imam Nawawi]